9 February 2014

Puisi Zina



Kelabu di senja yang tak berakal.
Perlahan menggerogoti kemaluan zaman.
Lima cecunguk-cecunguk mulai bersenandung.
Menceritakan keindahan dengan kemalasan.

Satu demi satu, mereka yang pernah menyayangi,
Kini pergi ...
Tinggal kepenatan menghantui.

Jikalau cinta ini memang ada.
Mengapa mesti berujung, mengapa ia terbatas??
Tidakkah ia kekal??

Aku ingin bersajak di langit.
Bukan di atas pasir,
Bukan pula di riak air terjun,
Yang akan hilang hanya karena masa beganti.

Aku ingin melihat angin, bukan sekedar rasa.
Namun, kuhanya ingin tersenyum, bukan tertawa.
Aku benci melihat awan, bintang, mentari dan rembulan.
Semua hanya kepalsuan yang bahkan tak berani untuk jujur.

No comments:

Post a Comment