Betapa berguna jalan raya yang dibangun bangsa eropa pada
masa penjajahan. Namun sampai detik ini, mereka masih dianggap sebagai kaum
penjajah, bahkan untuk berterima kasihpun bangsa kita tetap merasa enggan. Itu
karena kita sebagai bangsa Indonesia tak mampu melupakan betapa banyak bangsa
kita yang harus menderita karena pembangunan itu. Manfaat yang kita peroleh
dari pembangunan pada masa itu tenggelam oleh rasa sakit yang dialami bangsa
ini. Mereka tak peduli dengan kondisi bangsa kita. Yang mereka inginkan adalah
pembangunan harus berhasil, sekalipun yang bekerja disana harus menderita.
Mungkin sudah terlalu basi untuk dibahas, karena hampir
semua elemen bangsa tahu akan hal itu. Namun, satu hal yang masih menjadi ironi
adalah ketika pemimpin-pemimpin kita hari ini, justru mengambil tindakan
seperti yang dilakukan sang penjajah. Masih banyak pemimpin di negeri ini yang
kemudian demi memuluskan cita-citanya, memuluskan impiannya, itu kemudian tega
membiarkan rakyatnya menderita. Saya masih ingat betul dengan kisah seorang teman di sebuah organisasi tingkat
jurusan di Universitasku. Ia yang diberi tugas membangun sebuah panggung untuk
sebuah kegiatan, terpaksa harus berhujan-hujan membangun panggung itu, hanya
karena pemimpinnya tak mau mendengar aspirasinya. Ia dengan segala usaha telah
mati-matian meminta agar panggung itu dibangun di tempat yang agak terlindung
dari hujan. Sayangnya, sang pemimpin enggan melepaskan diri dari kekerasan
kepalanya.
Astagfirullah... inikah potret bangsaku?? Mereka yang selama ini berteriak “Dengarkan Aspirasi Kami!!” justru menjadi oknum yang di sisi lain membutakan mata dan menulikan telinga atas aspirasi bawahannya...
No comments:
Post a Comment