Di kaki Bulusaraung Kulihat Badik bersarung tuak.
Menjejakkan darah dalam iris-iris debunya.
Disana terukir konco-konco luka di atas derai-derainya.
Menjejakkan darah dalam iris-iris debunya.
Disana terukir konco-konco luka di atas derai-derainya.
Di balik sepi angin menyapa, kulihat bumi menangis.
Ada siri’ yang kian siap dalam jaganya.
Di bawah daun semilir perih, ada luka melahirkan mati.
Ada siri’ yang kian siap dalam jaganya.
Di bawah daun semilir perih, ada luka melahirkan mati.
Ketika nyawa tidak lagi mau tertatih dalam langkahnya,
hanya kaki-kaki berbulu siri’ yang kan menandu,
akan menjulurkan kesepian ini disalut emosi.
Di kaki Bulusaraung kulihat badik melukis masa yang lalu,
menutup perih-perih yang di buai penjajah.
Dan badik pula yang menjadi hati.
Kau bilang itu badik??
Di kaki Bulusaraung kulihat badik bersarung amarah,
Karena kita tak lagi pantas memilikinya.
No comments:
Post a Comment